Sabtu, 29 Mei 2010

SAPI-SAWIT DI KALTIM

SAPI SAWIT: KOMBINASI SINERGIS PACU PRODUKSI



Pelibatan 1 juta hektar lahan sawit sudahmenyumbang 2 juta ekor populasi sapi nasional. Efisiensi sawit pun meningkat

Berawal dari sekadar alat angkut tandan sawit hasil panen, kini sapi-sapi di perkebunan PT Agricinal telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kerja yang ada. Tidak tanggung-tanggung manajemen perusahaan yang berada di Desa Sebelat, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu

ini mewajibkan karyawannya memiliki sapi melalui kredit yang dikucurkan.

Kepala bagian SDM PT Agricinal, Immanuel Manurung kepada TROBOS (10/3) menerangkan, adanya sapi di perkebunan yang dimulai sejak 1998 belakangan dirasakan bisa memberikan pendapatan tambahan bagi karyawan. Karyawan pun terdorong untuk beternak yang pada akhirnya populasi sapi makin bertambah.

Senada dengan Immanuel, Menteri Pertanian, Suswono, dalam kesempatan terpisah mengatakan akan mengupayakan dengan berbagai pihak usaha integrasi peternakan dan pertanian. Dan salah satunya mengintegrasikan ternak sapi dengan sawit. “Kalau per hektarnya 2 ekor sapi, pelibatan 1 juta hektar lahan sawit saja sudahmenyumbang 2 juta ekor sapi untuk populasi nasional,” tandasnya.

Meningkatkan Produktivitas
Dari total 26.900 hektar lahan sawit PT Agricinal, dikatakan Immanuel, 8.900 hektar di antaranya yang merupakan perkebunan inti sudah terdapat sapi. Sementara sisanya, terus dikembangkan secara bertahap ke plasma. “Ide awalnya sangat sederhana, yaitu ingin mengurangi beban saat panen sawit. ada akhirnya sistem kerja disini sudah terpola dengan sapi,” jelas Immanuel

Dengan sapi, dijelaskan Immanuel, pekerjaan bisa terbantu dan produktivitas menjadi tinggi. Pada awalnya standar 1 karyawan pemanen mengerjakan 10 hektar, tetapi setelah dibantu sapi bisa meningkat 50 % menjadi 15 hektar lahan panen per karyawan. “Alhasil lebih efisien. Kalau dulu untuk lahan seluas 6.000 ha dibutuhkan 600 karyawan pemanen, kini setelah ada sapi cukup dengan 400 karyawan pemanen,” jelasnya.
Immanuel membantah pendapat keberadaan sapi di perkebunan akan mengganggu tanaman sawit. Justru limbah dan pelepah sawit bisa dimanfaatkan untuk hijauan pakan sapi yang sebelumnya dicacah terlebih dahulu. Bahkan, kotoran sapinya bisa dimanfaatkan untuk pupuk atau biogas.
Immanuel mengatakan, dari 1.600 karyawan yang ada di perkebunan, 400 di antaranya memiliki sapi. Total populasi yang ada saat ini sekitar 2.400 ekor dengan rata-rata kepemilikan 6 ekor sapi. Mereka memperoleh sapi melalui kredit yang dikucurkan perusahaan. “Di 2002 setelah mendapatkan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dari bank, kami menyebarkan 2.000 ekor sapi ke karyawan pemanen dalam bentuk kredit,” katanya.
Sistem yang digunakan, lanjut Immanuel, karyawan penerima kredit baik di perkebunan inti atau plasma mendapatkan pinjaman Rp 9,6 juta dengan lama pengembalian pinjaman 5 tahun.
Dari uang sejumlah itu digunakan untuk membuat kandang dan membeli 3 ekor sapi. Sedangkan pada saat pertama kali memulai program ini menggunakan sistem gaduhan dengan dana swadaya yang berasal dari Koperasi Karyawan. Karyawan yang mau pelihara sapi mendapatkan 1 ekor induk.” “Pada awalnya karyawan keberatan dengan program ini. Setelah tahu manfaatnya pada mau untuk pelihara,” tandasnya.

Prioritas
Pengembangan usaha integrasi sapi dan sawit merupakan salah satu prioritas Kementerian Pertanian. Dalam blue print swasembada daging 2014 ditargetkan 2 juta hektar perkebunan sawit bakal berkontribusi sebanyak 2,5 juta ekor sapi. Dalam blue print juga dialokasikan dana Rp 4,4 miliar untuk 2010, sementara total dana sampai 2014 sebesar Rp 66 miliar.
Direktur Jenderal Peternakan, Tjeppy D Soedjana mengatakan, pihaknya telah mengintegrasikan bidang peternakan dengan perkebunan. Disamping itu, melihat potensi lain yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan populasi sapi seperti dengan sektor kehutanan.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Achmad Mangga Barani berharap program integrasi bidang peternakan dengan perkebunan bisa memberikan kontribusi 20-30 % dari total kebutuhan ternak sapi potong per tahun. “Di luar Jawa memang harus integrasi dengan perkebunan karena jauh lebih bagus. Petani, pakan, dan lahannya sudah ada. Apalagi kalau perusahaan inti mau menjaminkan jadi tidak ada masalah. Peternak pun jadi lebih siap,” jelasnya.
Keterangan senada diutarakan Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Kementerian Pertanian, Fauzi Luthan. Menurut dia, dengan adanya integrasi sapi dan sawit, sumber daya pakan di kebun bisa dimanfaatkan. “Secara umum kita kekurangan lahan untuk beternak. Banyak alih fungsi lahan terjadi untuk industri dan perumahan.
Maka untuk peternakan kita lebih optimalkan lahan yang bisa diintegrasikan. Jadi kita dorong integrasi sapi-sawit berkembang,” ujar Fauzi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar